KESIAPAN PERASAAN DALAM HUBUNGAN SEKS

Diposting oleh Cerita Dewasa on Selasa, 01 Mei 2012

Manusia adalah mahluk yang diciptakan Allah dengan komposisi diri yang paling sempurna. Meliputi kesempurnaan bentuk fisik, karakter, perasaan dan kesempurnaan daya khayal dan kemapanan intelektualitas. Bukti kesempurnaan ini terungkap dalam Al-Qur’an (At-Tiin : 4)

“Sesungguhnya Kami telah mencinptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Oleh sebab itu, setiap kali terjalin hubungan cinta dan kasih sayang antara dua insan yang berlainan jenis, pasti akan melibatkan berbagai unsur dan perangkat kesempurnaan yang ada pada diri masing-masing insan tersebut. Artinya, mulai dari ketertarikan masing-masing pihak kepada yang lain, hingga rasa cinta dan kasih sayang itu timbul.
Termasuk dalam pemenuhan kebutuhan seksual kedua pasangan, saling memberikan perhatian cukup, pada keberadaan perasaan diri kita dan pasangan, agar turut berperan memberikan sentuhan-sentuhan magnetis yang mampu menambah kepuasan dan kenikmatan hubungan seksual tersebut. Yang perlu diperhatikan disini adalah pentingnya mempersiapkan penampilan yang mencakup dalam kebersihan tubuh, tingkah laku dan saling menggoda serta pemeliharaan sikap kejantanan bagi suami dan karakter kewanitaan bagi istri, intinya demi mensukseskan klimaks hubungan seksual yang diidamkan perlu kesiapan jiwa, perasaan dan juga hal-hal lain yang sangat mendukung, di antaranya :
  • Rangsangan-rangsangan yang dilakukan sebelum berhubungan seks.
Sebagai seorang suami yang ingin memberikan kepuasan terbaik pada pasangannya, hendak memberikan perhatian yang layak terhadap keberadaan sang istri, karena seorang istri memiliki perasaan dan kondisi jiwa yang dapat berubah-ubah. Maka seorang suami yang pengertian ketika akan melakukan hubungan seks, seorang istri harus diberi sentuhan-sentuhan yang berwujud fisik dan psikis, sehingga seorang istri merasa bahwa dia sangat dibutuhkan dan akan memiliki persiapan yang cukup untuk meleburkan dirinya bersama sang suami, demi menikmati keindahan dan kenikmatan seks yang sesungguhnya.
Misal, memberikan rangsangan seperti rayuan, kata-kata lembut dan indah atau yang langsung bersifat fisik seperti membelai dan memberikan sentuhan-sentuhan pada bagian tubuh tertentu sehingga akan membangkitkan semangat seks yang bertubi-tubi bagi seorang istri. Sehubungan dengan ini Rasulullah salallahu’alaihisalam bersabda, yang artinya :
“Janganlah salah seorang dari kalian menggauli istrinya seperti seekor binatang. Hendaklah terlebih dahulu memberikan rangsangan dengan ciuman dan rayuan. (HR. Imam At-Tarmidzi)
Dari hadits ini dipahami, pertama : manusia jelas tak dapat disamakan dengan binatang yang cenderung melakukan hubungan seks atas dasar insting hingga melakukan hubungan seks dengan spontanitas tanpa dibumbui cumbuan dan rayuan. Kedua : seorang istri sebagai pasangan suami dalam hubungan seks dan sebagai objek sang suami agar dapat menunjukkan agresifitasnya dalam mencumbui si istri, ditandai dengan berbagai cumbuan dan rayuan yang dipertontonkan sebelum aktivitas seks yang sesungguhnya dilakukan. Namun disisi lain seorang istri juga menjadi subjek pelaku, ketika ia memberikan respon positif terhadap cumbuan sang suami. Respon dan tanggapan dari istri tidak akan terwujud tanpa adanya rangsangan-rangsangan seks yang diberikan oleh suami dengan sempurna.
Allah berfirman dalam Al-Baqaroh : 187
“……istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamupun pakaian pakaian bagi mereka”
Kata-kata yang menjurus ke hal-hal yang membangkitkan gairah seksual, tentu haram bila kita lontarkan kepada orang yang tidak berhak menerimanya (bukan muhrim), namun dianjurkan bagi pasangan yang hendak melakukan hubungan seks, fase ini sangat berguna dalam memperlancar tujuan demi mencapai orgasme yang sempurna dan memuaskan, khususnya bagi kalangan istri yang memiliki kebiasaan “lamban mencapai puncak”. Terlebih lagi, bila si suami tergolong sang enjakulasi dini. Kalau tidak mengimbangi aktivitas seksualnya dengan mukaddimah-mukaddimah ringan, sulit diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan sang istri tersebut. Dan akhirnya batin si istri, ibarat api dalam sekam, terkesan diam namun menyimpan gejolak api asmara yang suatu saat bisa bergejolak.

  • Kebebasan menanggalkan seluruh pakaian.
Salah satu kenikmatan yang dihalalkan Allah bagi suami istri adalah lewat sebuah pernikahan. Pernikahan adalah kenikmatan visual yang dapat diwujudkan dengan saling memandang bagian tubuh manapun dari pasangan hidup masing-masing. Pada saat ta'aruf (ketemu) Rasulullah menganjurkan untuk melihat calon istri, agar melihat apa saja yang membuat kita tertarik padanya “Lihatlah pada dirinya apa yang dapat mendorongmu untuk menikahinya”.
Dari sebuah pandanganlah berpangkal adanya gairah seksual yang menjadi pemicu utama seorang suami untuk berkemampuan lebih (maksimal) menenggelamkan sang istri dalam birahi surgawi hubungan seks. Sehingga pandangan mata tidak akan mengarahkan kedalam kubangan yang dilarang oleh Allah.
Adapun orang-orang tertentu yang melarang suami istri saling memadang auratnya berpijak pada hadits Dhaif (lemah) “Apabila kalian memadangi istrinya, hendaknya ia berpakaian. Janganlah ia telanjang seperti dua ekor unta”
Syaik Nasaruddin Al-Albani hafidzahullah ta’ala telah meneliti hadits ini dan beliau berkata hadits ini dikeluarkan Ibnu majah yang berasal dari Utbah bin Abdi As-Silmi. Pada sanad hadits ini terdapat seorang rawi yang bernama Al-Ahwash bin Hakim, ia adalah seorang rawi yang lemah Imam Al-Bushairi melemahkan, adapaun cacat lain dari hadits ini karena seorang rawi yang bernama Al-Walid bin Al-Qasim Al-Hamdani, Ibnu Ma’in dan ulama lainnya melemahkannya. Untuk lebih jelasnya anda bisa merujuk ke kitab hadits-hadits dhaif karangan Syaikh Albani.
Hadits diatas sangat bertentangan dengan hadits-hadits yang shohih seperti hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah mandi bersama Aisyah dalam satu bejana : “Aisyah berkata ; aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana (antara aku dan beliau saja) kedua tangan kami saling mengepit. Beliau selalu mendahuluiku mengambil air. Akupun menukasnya, Biarkan aku mengambilnya, biarkan aku mengambilnya!” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar mengomentari, dengan hadits ini Ad-Darawardi beralasan dibolehkan seorang suami memadang aurat istrinya begitu juga sebaliknya. Pernyataan ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa, ia pernah ditanya apakah seorang laki-laki boleh melihat aurat istrinya?... Beliau menjawab :”Aku pernah bertanya pada Aisyah maka Aisyah menjawab sesungguhnya nash di atas merupakan penjelasan yang sangat terang. (Fathul Baari I : 290).
Intinya kita dibolehkan memandang seluruh lekuk tubuh pasangan kita karena akan menjadikan pasangan suami istri lebih semangat untuk mencumbui pasanganya demi mencapai kepuasan sejati, tentunya akan bernilai pahala.

  • Kebebasan mengelus dan meraba-raba bagian tubuh manapun antara pasangan suami istri
Kebebasan mengelus lembut dan meraba-raba bagian manapun dari tubuh masing-masing suami istri adalah salah satu kemudahan untuk membantu memperlancar kelangsungan hubungan seks yang berkualitas. Sebuah tuntan fitrah yang di anugerahkan Allah yang harus dimanfaatkan demi mencapai kepuasan yang tiada tara.
Syaikh Al-Albani mengutip pertanyaan Ibnu ‘Urwah Al-Hambali, Dalam Kitab Al-Kawakibu Ad-Durari : Dibolehkn bagi suami istri melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluannya. Kemaluan yang dimaksud adalah termasuk organ yang boleh dinikmati ketika bercengkerama.
Kebebasan saling meraba dan menyentuh organ-organ tubuh masing-masing suami istri, juga dilakukan dengan memperhatikan kesensitifan organ-organ tubuh tertentu.
Masing-masing perempuan memiliki karakter tubuh yang berbeda dan juga memiliki kepekaan yang berbeda pula pada organ tubuhnya. Sebuah sentuhan yang diarahkan secara tidak tepat pada bagian yang dapat memacu gairah kewanitaan si istri, hanya akan membuat si istri hambar dan merasa hubungan seksnya tidak berarti.
Seorang wanita juga mempunyai hak yang sama dalam hal menyentuh bagian-bagian manapun dari suaminya yang dapat menggugah gairah seksnya secara pribadi dan juga gairah seks suaminya. Menyentuh disini dapat dilakukan dengan bagian tubuh manapun boleh dengan oral dan sebagainya (bukan hanya dengan tangan) selama tidak bersifat menyakiti pasangannya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz pernah ditanya oleh seorang wanita, dia menceritakan bahwa suami wanita tersebut hanya dapat melakukan hubungan seks bila si istri terlebih dahulu melakukan “oral seks” didepanya. Beliau membolehkannya karena tidak ada dalil yang mengharamkannya dan termasuk dalam keumuman ayat ini : “Dihalalkan bagi kamu……..melakukan rafats (hubungan seks) dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamupun pakaian bagi mereka” (Al Baqarah : 187).
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kaum muslimin, dan juga pasutri yang ingin menjadi pasangan terbaik dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.

Kunjungi Artikel Lain Yang Lebih menarik Disini

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar